Cara Memutuskan Pilihan Setelah Lulus Kuliah: antara Studi di Luar Negeri atau Pengalaman Kerja

Posting Komentar
“Kak, setelah kuliah ini mau ke mana? S2 kah?" tanya teman saya pada kala itu.
Tahun lalu, saya ditanya oleh seorang teman yang selisih usianya setahun lebih muda dari saya, tetapi sudah memiliki pengalaman kerja yang jauh lebih banyak. Alih-alih merasa iri, saya justru menjadikannya sebagai inspirasi karena saya sadar bahwa starting point dan lingkungan kami sangat berbeda. Saya bersyukur atas pertanyaan itu, karena sejak saat itu ia terus saya pikirkan sebagai pengingat untuk menemukan jawaban yang benar-benar tepat bagi diri saya sendiri.

Saat itu, saya hanya menjawab, “Belum dulu deh, mau dekat sama mama dulu.” Jawaban itu terucap secara murni karena sebagai anak yang sudah bertahun-tahun menjalani LDR dengan mama, tinggal satu rumah dengannya adalah sebuah cita-cita sederhana yang sedang saya usahakan dan doakan.

Seiring berjalannya waktu, perlahan jawaban yang saya cari mulai menemukan bentuk detailnya. Titik pencerahan itu saya peroleh ketika mengikuti salah satu kegiatan dari gritty.id yang bertema belajar sambil berdonasi untuk warga Aceh dan Sumatera yang terkena banjir. Bencana tersebut mengingatkan saya pada masa SD dulu, ketika saudara di kecamatan sebelah harus mengungsi dan tinggal sementara di rumah kami. Alhamdulillah, saat itu rumah kami berada di kaki gunung sehingga relatif aman dari banjir yang melanda beberapa wilayah. Namun, banjir pada waktu itu disebabkan karena faktor cuaca, sementara bencana pada kali ini jauh lebih memprihatinkan karena disebabkan faktor alam dan ulah manusia.
Dialog tahun lalu

Tidak Hanya Berdonasi, Tapi Juga Mendapatkan Inspirasi

Malam itu, saya mendapatkan banyak wawasan dari empat kakak pemateri dengan prestasi dan pengalaman yang sudah mendunia, yaitu Kak Haris, Kak Hawa, Kak Frey, dan Kak Rica. Mereka tidak hanya berbagi cerita perjalanan hidup, tetapi juga memberikan gambaran tentang bagaimana cara memutuskan apakah melanjutkan studi ke luar negeri dulu atau terjun ke dunia kerja dulu. Jazakumullah khoir kakak-kakak pemateri dan tim gritty yang sudah bersedia mengadakan webinar ini.
 

Kuliah ke Luar Negeri Dulu atau Kerja Dulu?

Pilihan antara melanjutkan studi ke luar negeri atau langsung bekerja sejatinya kembali pada diri kita masing-masing. Saya pribadi sangat setuju dengan pernyataan Kak Haris bahwa memahami diri sendiri adalah hal yang sangat penting. Dengan begitu, kita bisa mengetahui pilihan mana yang cocok dan tidak cocok untuk diri kita.
Studi di luar negeri dulu atau bekerja dulu?
Jika ingin membangun usaha dengan produk yang bersifat teknis dan membutuhkan pendalaman ilmu seperti Kak Rica, studi ke luar negeri bisa menjadi opsi yang relevan. Menariknya, lulusan PhD tidak selalu berakhir sebagai akademisi. Kak Rica menjelaskan bahwa di luar negeri, sekitar 70%–80% lulusan PhD justru berkarier di luar akademisi, seperti peneliti industri (R&D), startup teknologi atau bioteknologi, hingga entrepreneurship.

Sebaliknya, jika tujuan kita adalah mengeksplorasi permasalahan industri, membangun produk yang tidak menuntut ilmu teknis secara mendalam, memberikan dampak sosial secara langsung, atau memperluas networking seperti yang dilakukan Kak Haris, Kak Hawa, dan Kak Frey, maka bekerja terlebih dahulu bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.

Setelah memiliki pengalaman dan pemahaman yang lebih matang, barulah lanjut studi ke luar negeri (S2 atau S3) untuk memecahkan masalah yang telah kita temui di lapangan. Karena sering kali, kebingungan muncul bukan karena kita tidak mau bergerak, tetapi karena kita belum memiliki pengetahuan atau input yang cukup. Hal ini pula yang belakangan saya rasakan. Oleh sebab itu, eksplorasi menjadi opsi yang kemungkinan besar akan saya pilih untuk menemukan masalah apa yang sebenarnya ingin saya pecahkan.
 

Kalau Pilih Kerja, Bagaimana?

Jika pilih mencari pengalaman kerja terlebih dahulu, Kak Frey memberikan gambaran yang cukup konkret tentang bagaimana cara mempersiapkannya. Pemateri yang memiliki nama lengkap Fryadiva Meshia Sihabudin ini telah memulai kariernya sejak menjadi mahasiswa S1 aktif jurusan Hubungan Internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alasan sederhananya bermula dari posisinya sebagai anak perempuan pertama dalam keluarga.

Faktanya, jumlah pencari kerja saat ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Kesenjangan inilah yang memicu rasa cemas dan ketakutan bagi mayoritas orang, termasuk saya sendiri.

Namun, alih-alih membiarkan ketakutan itu berkembang menjadi overthinking, Kak Frey mengajak kami semua pada malam itu untuk bertanya “apa tujuan karier yang sebenarnya ingin kita capai?” Apakah untuk mencari penghasilan, mendapatkan learning curve seperti, mencapai work-life balance, atau justru belum tahu sama sekali? Dari sinilah, menurut Kak Frey kita perlu mulai memetakan semuanya satu per satu.

Semuanya Berawal dari Mindset

Meskipun pengalaman saya masih terbatas, perjalanan selama kuliah membuat saya sadar bahwa mindset itu sangat penting. Mindset yang kuat akan membuat kita lebih mantap dalam mengambil langkah, termasuk dalam mempersiapkan karier. Untuk membentuk mindset tersebut, Kak Frey merumuskannya dalam lima poin berikut.

1. Menemukan Alasan untuk Memulai

Saya cukup tertampar ketika Kak Frey mengatakan bahwa untuk memulai sesuatu itu bukan diawali dengan pertanyaan “apa yang harus dilakukan?”, tetapi justru dengan “kenapa kita harus melakukannya?”. Kelengahan saya ini juga merupakan salah satu alasan kenapa penelitian saya jadi nge-stuck, yaitu memulainya dengan pertanyaan apa yang harus diteliti, bukan mengapa saya perlu melakukan penelitian itu. Dari sini, saya belajar bahwa baik dalam penelitian maupun persiapan karier, menemukan alasan yang spesifik adalah hal yang krusial.

Sudahkah kalian menemukan alasan yang spesifik untuk mulai mempersiapkan karier? Kalau belum, coba dicari dulu ya.
Menemukan alasan untuk memulai









2. Membuat Sistem yang Rutin Dilakukan

Setelah mengetahui alasan, langkah selanjutnya adalah membangun kebiasaan atau sistem. Contohnya dengan menjaga relasi dan komunikasi dengan kakak-kakak gritty yang telah memberi ruang pengembangan skill.

3. Membentuk Lingkungan yang Mendukung

Pengalaman kuliah mengajarkan saya bahwa kita tidak bisa menuntut orang lain untuk selalu mendukung kita. Karena itu, seperti yang dikatakan Kak Frey, lingkungan yang mendukung bukan untuk dicari, tetapi dibentuk.

4. Menemukan Waktu yang Efektif untuk Mempersiapkan Karier

Langkah praktisnya adalah mempersiapkan CV yang kuat, menyusun portofolio, dan berlatih wawancara. Menurut Kak Frey, ada dua hal penting dalam persiapan karier saat ini, yaitu memaksimalkan digital media untuk membangun branding atas hal yang kita mumpuni dan memperbanyak praktik untuk mendapatkan pengalaman.

5. Menghargai Proses Pembelajaran

Ada banyak pelajaran yang bisa didapatkan selama mempersiapkan karier, mulai dari hal yang menyenangkan sampai hal yang tidak menyenangkan. Namun, Kak Frey berpesan untuk tetap menghargai dan menikmati setiap proses. Ketika gagal, jangan merasa terbebani karena selalu ada pelajaran yang bisa diperoleh dari setiap kegagalan. Ketika berhasil, jangan cepat puas karena bisa jadi itu justru ujian berikutnya.
Semua berawal dari mindset







During Working

Selama bekerja, Kak Frey menekankan pentingnya melakukan yang terbaik (do your best), karena apa yang memang ditakdirkan untuk kita akan menemukan jalannya sendiri. Ada tiga budaya kerja yang ia terapkan, yaitu
1. Crystal clear communication
Menyampaikan sesuatu secara jelas, terstruktur, dan kontekstual. Bukan dengan asal-asalan.
2. Sense of ownership
Mengerjakan amanah sebaik mungkin, seolah-olah proyek tersebut adalah “anak atau baby” kita sendiri. Dengan begitu, kita bakal memiliki rasa kepemilikan yang tinggi
3. Willing to help
Membantu fungsi lain tanpa diminta demi tercapainya tujuan bersama.
 

Tapi Kalau Memilih Lanjut Studi ke Luar Negeri, Bagaimana?

Jika tujuan kita adalah menjadi akademisi, periset, atau mendalami ilmu untuk memecahkan suatu isu, maka studi ke luar negeri menjadi opsi yang relevan. Hal ini dikarenakan PhD merupakan media untuk melatih mahasiswa berpikir secara mandiri, mencari informasi yang bermanfaat melalui sekumpulan data, mengelola project dalam jangka waktu panjang di tengah ketidakpastian, dan melatih bagaimana menemukan masalah, merumuskan solusi, hingga mengaplikasikannya ke dunia nyata.
Syarat daftar beasiswa untuk studi ke luar negeri
Sama seperti persiapan karier, studi ke luar negeri juga membutuhkan portofolio yang baik dan linier dengan bidang yang ingin ditekuni. Hal ini disampaikan oleh Kak Haris berdasarkan pengalamannya yang lolos beasiswa LPDP dan mendapatkan 11 LoA (Letter of Applications) dari kampus di UK dan Australia, salah satunya adalah Imperial College Business School tempatnya meraih pendidikan master pada saat ini. Menurutnya, kunci utama dalam mempersiapkan beasiswa untuk studi di luar negeri adalah have a good portofolio as soon as possible (memiliki portofolio yang baik secepat mungkin), have a good intention why you do that (memiliki niat yang baik kenapa kamu melakukan itu), dan jangan pernah malu untuk bertanya kepada orang yang kita kagumi. Portofolio yang baik juga tidak harus selalu berisi prestasi, tetapi juga bisa berupa pengalaman kerja, kegiatan sosial, atau refleksi tentang arah diri ke depannya.

Jadi bagaimana? sudahkah kalian menemukan pilihan antara studi ke luar negeri dulu atau bekerja dulu? Semoga artikel ini bermanfaat buat kalian yang sedang bimbang dengan dua pilihan itu, ya.

Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar