Pagi itu, belum ada tukang parkir yang biasanya sibuk mengatur kendaraan di parkiran restoran. Jangankan itu, satu motor pun yang bertengger di halaman depan restoran itu pun tidak ada. Hanya ada dua motor yang berada di parkiran samping bangunan.
“Itu pasti motor-motor karyawan.”
Dua gadis berkacamata itu sebenarnya tidak ingin mengerjakan tugasnya di sini. Menu makanan dan minuman di restoran itu mematok harga yang terlalu mewah buat mereka. Kalau saja kafe yang diincarnya sudah buka di jam tujuh pagi, mereka pun pastinya tidak akan menghabiskan waktu di sini.
*
Beberapa jam kemudian, restoran tak lagi lengang. Semakin banyak pengunjung yang tiba bersama orang rumahnya seiring naiknya mentari di atas kepala. Lantai dua menjadi destinasi favorit sekeluarga sebab di sana ada ratusan bola dan papan seluncuran yang merupakan dunia mainnya si kecil. Suara anak-anak sama sekali tidak mengganggu, malahan justru seru sebab banyak kenangan manis pada kala itu.
Tatkala kedua netra tengah memusatkan penglihatannya pada layar gawai dan laptop, tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing baginya di playground itu.
“What?”
Hari itu menjadi jawaban dari Tuhan atas keseduan yang ditorehkan akibat ketidaktahuan. Tuhannya Maha Tahu niat hamba-Nya yang murni. Namun, kelakuan tuan selama belakangan seringkali membuatnya penasaran.
“Bagaimana bisa perasaannya mengembara? Padahal ada rumah yang sedang ia bina.”
Kelihaiannya dalam asmara membuatnya fasih dalam bercerita kepada puan yang hampa akan cinta. Ia merekayasa hidupnya bahwa rumah yang dibangunnya telah runyam. Demi meyakinkan dan membuatnya kian merasa bersalah, pria buaya itu berkata
“Saya single, urusan saya dengan orang rumah sudah selesai.”
“Saya sepertinya salah memilih orang.”
Kisah yang pernah dialami oleh rumput tetangga, kini berada di depan mata. Bagaimana bisa ia mencari tulang rusuk, sementara tulang rusuknya tengah mengandung buah hati mereka yang ketiga?
Posting Komentar
Posting Komentar